Dasar Dasar Pembelajaran Kimia-PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN



PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
                Belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai positif sebagai pengalaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Kegiatan belajar tersebut ada yang dilakukan disekolah, di rumah, dan di tempat lain seperti di museum, di laboratorium, di hutan dan dimana saja. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri dan akan menjadi penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar.
Pembelajaran biasanya didefenisikan sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman (Driscoll, 2000) perubahan yang disebabkan oleh perkembangan (seperti tumbuh makin tinggi) bukanlah contoh pembelajaran (Robert, 2008: 179)
1.1    DEFINISI BELAJAR
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat (kognitif) dan ketrampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif)  (Sadiman, 2014: 2)

                       Menurut ( Abdul, 2014: 59-61) Aktivitas belajar di sekolah merupakan inti dari proses pendidikan di sekolah. Belajar merupakan alat utama bagi peserta didik dalam mencapai tujuan di sekolah. Sedangkan mengajar merupakan alat utama bagi guru sebagai pendidik dan pengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagai proses pendidikan di kelas.
                       Perubahan perilaku yang diperoleh peserta melalui aktivitas belajar sebagai hasil dari interaksi peserta didik dengan lingkungan pendidikan dan dengan guru disebut belajar. Pengertian belajar secara psikologis, juga dapat diartikan sebagai suatu perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari interakasi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek perilaku.

                       Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses memperoleh pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, memperbaiki prilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh pengetahuan, menurut pemahaman Science Konvencional, kontak manusia dengan alam distilahkan dengan pengalaman atau (experiance) ( Suyono, 2011 : 9)

                       Belajar merupakan proses menciptakan nilai tambah kognitif, afektif, psikomotor bagi siswa. Nilai tambah itu tercermin dari perubahan prilaku siswa menuju kedewasaan (Sudarwan, 2011 : 93)

Secara terminologi Menurut (Muhibbin, 2010 : 87-89) Ada beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian belajar
·         Skiner, seperti dari yang dikutip dari Barlow (1985) dalam bukunya educational psychology : The Teaching-Learning Process, berpendapat  bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
·         Hintzman, dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory, berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat memengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi, dalam pandangan hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila memengaruhi organisme.
·         Reber, dalam kamus susunannya yang tergolong modern, Dictionary of Psychology, membatasi belajar dengan dua macam defenisi. Pertama, belajar adalah proses memperoleh pengetahuan.Kedua, belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relative langgeng sebagai hasil praktik yang diperkuat.

Dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu bentuk kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh suatu perubahan, baik perubahan sikap, tingkah laku, pola pikir, dan proses penambahan ilmu pengetahuan.

1.2 BENTUK-BENTUK BELAJAR
Menurut (Muhibbin Syah, 2010: 120-122) bentuk-bentuk belajar uang umum di jumpai dalam proses pembelajaran antara lain adalah:
·         Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara berfikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata.
·         Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf. Tujuannya adalah untuk memperoleh dan menguasaiketerampilan jasmaniah tertentu.
·         Belajar pemecahan masalah adalah belajar dengan menggunakan metode ilmiah atau berfikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tutntas.
·         Belajar rasional adalah belajar dengan menggunakan kemampuan berfikir secara logis dan sistematis. Tujuannya adalah untuk memperoleh berbagai kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep.
·         Belajar kebiasaan adalah proses pembentukkan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan selain menggunakan perintah, suri tauladan dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaanbaru yang lebih tepat dn positif dalam artiselaras secara kontekstual, serta selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku.
·         Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya agar siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah afektif yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu, misalnya apresiasi sastra, musik,dsb.
·         Belajar pengetahuan adalah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Tujuannya agar siswa memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu.
·         Belajar social pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-masalah dan tehnik-tehnik dan memecahkan masalah tersebut. Tujuannya untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah social, seperti masalah keluarga, persahabatan, kelompok, dan masalah lainnya yang bersifat kemasyarakatan.

1.3    TEORI BELAJAR
1.       Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme adalah teori pembelajaran yang memusatkan hanya pada perilaku yang dapat di amati, tidak memperhitungkan pentingnya aktivitas mental seperti berfikir, berhasrat, dan berharap. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pembelajaran, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. (Laura A. King, 2010 : 347)
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dari bagian kecil, bersifat mekanistis, menekaknkan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekaknkan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Tokoh-tokoh teori belajar behaviorisme, yakni :
a.              Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera, sedangkap respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan. Jadi, perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkret, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkret atau tidak dapat diamati. Ada 3 hukum belajar yang utama menurut Thorndike, yakni :
·         Dalil sebab-akibat : Menyatakan bahwa situasi atau hasil yang menyenangkan yang diperoleh dari suatu respon akan memperkuat hubungan antara stimulus dan respon atau perilaku yang dimunculkan. Thorndike kemudian memperbaiki dalil itu, sehingga hukuman tidak sama pengaruhnya dengan ganjaran dalam belajar
·         Dalil latihan/pembiasaan : Menyatakan bahwa latihan akan menyempurnakan respon. Dengan kata lain, pengalaman yang diulang-ulang memperbesar peluang timbulnya respon yang benar. Walaupun demikian, pengulangan situasi yang tidak menyenangkan tidak akan membantu meningkatkan proses belajar.
·         Dalil kesiapan : Menyatakan kondisi-kondisi yang dianggap mendukung dan tidak mendukung pemunculan respon. Selanjutnya, Thorndike mengemukakan bahwa latihan yang dilakukan dan proses belajar yang terjadi dalam mempelajari suatu konsep akan membantu penguasaan proses belajar seseorang terhadap konsep lain yang sejenis/mirip. (Suyono & Hariyanto, 2014:61).
b.              Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dabn respon yang dimaksud harus dapat diamati dan dapat diukur. Jadi, walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. 
c.               Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun, dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu, Hull mengatakan kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam (Suyono & Hariyanto, 2014: 63).
d.              Edwin Guthrie
Asas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti, yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang (Suyono & Hariyanto, 2014: 62-63).
e.               Skinner
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antarstimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Karya Skinner terpokus pada penenmpatan subjek dalam situasi yang di kendalikan dan pada pengamatan perubahan perilaku mereka yang dihasilkan oleh perubahan sistematis konsekuensi perilaku mereka(Slavin, 2008:182-183).
Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya. 
f.               Ivan P. Pavlov
Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1)       Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2)       Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun. (Suyono & Hariyanto, 2014 :62)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
  • Mementingkan pengaruh lingkungan
  • Mementingkan bagian-bagian
  • Mementingkan peranan reaksi
  • Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
  • Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
  • Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
  • Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
g.               Bandura
Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku , lingkungan  dan kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi  adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking), Harapan dan nilai mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari umpan balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal. Tingkah laku mengaktifkan kontingensi lingkungan. Karakteristik fisik seperti ukuran, ukuran jenis kelamin dan atribut sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu. Kontingensi yang aktif dapat merubah intensitas atau arah aktivitas.
Tingkah laku dihadirkan oleh model. Model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan oleh model) Tingkah laku (kemampuan dikode dan disimpan oleh pembelajar). Pemrosesan kode-kode simbolik. Skema hubungan segitiga antara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku,
Selain itu proses perhatian (atention) sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan ) memegang peranan penting. Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya sendiri dan Vicarius Reinforcement (penguatan karena imajinasi) (Laura A. King, 2010: 373-374).
2.       Teori Belajar Kognitivisme
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu.
Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.
Tokoh – Tokoh Teori Kognitivisme
a.              Jean Piaget, teorinya disebut "Cognitive Developmental"
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.Menurut Suhaidi Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
·         Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
·         Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
·         Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
·         Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir "kemungkinan" (Suyono & Hariyanto, 2014:83-84).
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (Trianto, 2014: 70-71).



b.              Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel
Yang memandang bahwa Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru yang dimana Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1) Memperhatikan stimulus yang diberikan
2) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah (Suyono & Hariyanto, 2014: 100-103).
c.          Menurut J S Bruner
Menurut Brunner ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/ gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic).Terjadinya proses belajar lebih ditentukan oleh cara kita mengatur materi pelajaran .
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap :
·         enaktif (aktivitas mahasiwa untuk memahami lingkungan melalui observasi langsung realitas)
·         ikonik(mahasiswa mengobservasi realitas tidak secara langsung, tetapi melalui sumber sekunder , misalnya melalui gambar-gambar atau tulisan)
·         simbolik(mahasiswa membuat abstraksi berupa teori, penafsiran, analisis terhadap realitas yang telah diamati dan alami) (Suyono & Hariyanto, 2014:89).
d.         Kohler
Teori yang di sampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor monyet dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan bahwa belajar adalah pencapaiannya, hasil adalah proses yang di dasarkan ada insight. (Laura A. King, 2010: 378).

3.       Teori belajar humanistik
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi, dari bidang kajian-kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan apa yang di pelajari dari proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak bercerita tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti belajar selama ini di kaji oleh teori-teori belajar lainnya.
1.       Menurut Kolb
Kolb seorang ahli penganut aliran humanistik membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu:
a)       Tahap pengalaman konkret
Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang di alaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu. Kemampuan inilah yang terjadi dan di miliki seseorang pada tahap paling awal dalam proses belajar.
b)       Tahap pengalamana aktif dan reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang di alaminya. Ia melakukan  refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi dan mengapa hal itu mesti terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap kedua dalam proses belajar.
c)       Tahap konseptualisasi
pada tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abtraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadiobjek perhatiannya. Berfifkir induktif banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contohperistiwa yang di alami. Walaupun kejadian-kejadian yang di amati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang sama yang dapat di jadikan dasar aturan bersama.
d)       Tahap eksperimentasi aktif
Tahap terakhir adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap iniseseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori serta konsep-konsep di lapangan. Ia tidsk lsgi mempertanyakan asal usul teori  atau suatu rumus, tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang di hadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.

2.       Honey & Mumford
Honey & Mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan yaitu sebagai berikut:
a)       Kelompok aktivis
Orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah di ajak berdialog, memiliki pikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain dan mudah percaya pada orang lain. Namun dalam melakukan suatu tindakan sering kali kurang pertimbangan secara matang, dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri. Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada hal-hal yang sifatnya penemuan-penemuan baru, seperti pemikitan baru prngalaman baru, dan sebagainya.
b)       Kelompok reflektor
Mereka yang termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan yang berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis. Dalam melakukan suatu tindakan, orang-orang tipe reflktor sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan dan selalu memperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang-orang demikian tidak mudah di pengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat konservatif.
c)       Kelompok teoritis
Lain hal nya dengan orang-orang tipe teoritis, mereka memiliki kecenderungan yang sangat keritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu sering di kembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu, kelompok teoritis penuh dengan pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif. Mereka tampak lebih tegas dan mempunyai pendirian yang kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain.
d)       Kelompok pragmatis
Berbeda dengan tipe orang-orang pragmatis mereka memiliki sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dali dan sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu yang nyata dan dapat di laksanakan. Sesuatu hanya bermanfaat jika di praktekkan. Teori, konsep, dalil, memang penting, tetapi jika itu semua tidak dapat di praktekkan maka teori, konsep, dalil, dll tidak ada gunannya. Bagi mereka, sesuatu lebih baik dan berguna jika dapat di praktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

3.       Habermas
Menurut Habermas, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang di maksudkan di sini adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduannya tidak dapat di pisahkan. Dengan pandangannya yang demikian, ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu:
a)       Belajar teknis ( technica learning)
Belajar teknis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnyabsecara benar. Pengetahuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan dan perlu di pelajari agar mereka dapat menguasai dan mengelola lingkungan alam sekitarnya dengan baik. oleh sebab itu, ilmu-ilmu alam atau sains amat di pentingkan dalam belajar teknis.
b)       Belajar praktis (practical learning)
Sedangkan yang di maksud belajar praktis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan soaialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik. kegiatan belajar ini lebih mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antar sesama manusia. Untuk itu bidang-bidang ilmu yang berhubungan sosiologi, komunikasi, psikologi, antropologi, dan semacamnya. Sungguhpun demmikian, mereka percaya bahwa pemahaman dan keterampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, interaksi yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya akan tamapak dari kaitan atau relevansinyadengan kepentingan manusia.
c)       Belajar emansipatoris (emancypatory learning)
Belajar emansipatoris menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau informasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Dengan pengertian demikian maka di butuhkan pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang benar untuk mendukung terjadinya transformasi kultural tersebut. Untuk itu, ilmu-ilmu yang berhubungan dengan budaya dan bahasa amat di perlukan. Pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural inilah yang oleh Hubermas dianggap sebagai tahap belajar yang paling tinggi, sebab tranformasi kultural adalah tujuan pendidikan yang paling tinggi.
4.          Bloom & Krathwol
Bloom & Krathwol juga termasuk penganut aliran humanis. Mereka lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang di kemukakannyadi rangkum ke dalam tiga kawasan yang di kenal dengan sebutan Taksonomi Bloom. Melalui Taksonomi Bloom inilah telah berhasil memberikan inspirasi kepada banyak pakar pendidikan dalam mengembangkan teori-teori maupun praktek pembelajaran. Pada tataran praktis, taksonomi Bloom ini telah membantu para pendidik dan guru untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar yang akan dicapai, dengan rumusan ysng mudah dipahami. Berpijak pada taksonomi Bloom ini telah banyak dikenal dan paling populer di lingkungan pendidikan. Secara ringkas, ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom adalah sebagai berikut:
Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan yaitu:
a)       Pengetahuan (mengingat, menghafal)
b)       Pemahaman (menginterpretasikan)
c)       Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
d)       Analisis (menjabarkan suatu konsep)
e)       Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
f)        Evaluasi (membandingkan nilai-nilai,ide, metode, dsb)
Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan yaitu:
a)       Peniruan (menirukan gerakan)
b)       Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
c)       Ketettapan (melakukan gerak dengan benar)
d)       Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
e)       Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)
Domain afektif terdiri atas 5 tingkatan yaitu:
a)       Pengalaman (inngin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
b)       Merespon (aktif berpartisipasi)
c)       Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
d)       Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
e)       Pengalaman (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)

5.       A. Abraham Maslow
Abraham Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
a)       Suatu usaha yang positif untuk berkembang
b)       Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Teori yang terkenal dari Maslow yang merupakan salah satu tokoh humanistik  adalah teori tentang Hirarki kebutuhan. Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sbb:
1)       Kebutuhan fisiologi atau dasar
2)       Kebutuhn akan rasa aman (kebutuhan untuk dicintai, disayangi, dihargai dan aktualisasi diri)
Maslow berpendapat bahwa ada hirarki kebutuhan manusia. Kebutuhan untuk tingkat yang paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau mempertahankan hidup dan rasa aman, dan ini adalah kebutuhan yang paling penting. Tetapi jika manusia secara fisik terpenuhi kebutuhannya dan merasa aman, mereka akan di stimuli untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dicintai dan kebutuhan akan harga diri dalam kelompok mereka sendiri.
Maslow menyusun hirarki kebutuhan. Di dalam hirarki ini, ia menggunakan suatu susunan piramida untuk menjelaskan dorongan atau kebutuhan dasar yang memotivasi individu. kebutuhan yang paling dasar, yakni kebutuhan fisiologi akan makanan, air, tidur, tempat tinggal, dll harus dipenuhi pertama kali. Tingkat kedua adalah kebutuhan kan keselamatan, keamanan, dan bebas dari bahaya atau ancaman dari kerugian. Tingkat ketiga ialah kebutuhan akan mencintai dan memiliki, yang mencakup membina keintiman, persahabatan, dan dukungan. Tinhakt keempat ialah kebutuhan harga diri, yang mencakup kebutuhan untuk dihormati dan di hargai orang lain.
Teori Maslow menjelaskan bahwa perbedaan individu terletak pda motivasi, yang tidka selalu stabil sepanjang kehidupan. Lingkungan hidup yang traunatic atau kesehatan yang terganggu dapat menyebabkan individu mundur ke tingkat motivasi ynag lebih rendah.

6.       Carl Roger
Teori Roger didasarkan pada suatu “daya hidup” yang disebut kecenderungan aktualisasi. Kecenderungan aktualisasi tersebut di artikn sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap diri makhluk hidup dan bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensinya semaksimal mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan hanya berthan hidup saja, tetapi ingin memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaanya. Daro dorongan tunggal inilah, muncul keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikologmlain, seperti kebutuhan untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dsb(George 2008).
Rogers membedakan 2 tipe belajar, yaitu:
1)       Kognitif (kebermaknaan)
2)       Experiental (pengalaman atau signifikansi)
Teori humanistik Rogers mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting, yaitu:
·         Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa yang ingin tahu alamiah terhadap dunianya dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru.
·         Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa
·         Belajar dapat ditingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar
·         Belajar sevara partisipatif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila atas pengarahan diri sendiri
·         Belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran, maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama.
·         Kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri sendiri dan evaluasi dari orang lain tidak begitu penting (Abdul Hadis & Nurhayati, 2014:71-72).
Ide pokok dari teori-teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentuakan dan hidup dan menangani masalah-maalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untukaktualisasi diri.
4.       Teori Belajar Konstruktivistik
Konstruktivistik adalah sebuah filosofi yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, menkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. Setiap kita akan menciptakan hokum dan model mental kita sendiri, yang kita pergunakan untuk menafsirkan dan menerjemahkan pengalaman.
a.    Teori konstruktivistik piaget
Teori piaget berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna membangun struktur kognitivnya atau peta mentalnya yang diistilahkan “Schema/Skema (Jamak=schemata/Skemata)”, atau konsep jejaring untuk memahami dan menanggapi pengalaman fisik dalam lingkungan disekelilingnya
b.    Teori konstruktivistik social dari vygotsky
Konstruktivistik social yang dikembangkan oleh vygotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan social maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh alam konteks sosial budaya seseorang. Dalam penjelasan lain mengatakan bahwa inti konstruktivis vygotsky adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan social dalam belajar (Suyono,2011:107-111)
c. Teori belajar konstruktivisme
                Teori ini merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikolgi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemaukan sendiri dan menstranformasikan informasi kompleks ,mengecek informasi baru dan dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi .bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan ,mereka harus bekerja memecahkan masalah ,menemukan sesuatu untuk dirinya ,berusaha dengan susah payah dengan ide-ide(slavin ,1994)
Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa harus siswa sendiri yang menemukan dan mentrasnformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu menjadi miliknya .konstrukstivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka .menurut pandangan konstruktivisme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus –menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru , dengan kata lain konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita (slavin,1994:225).
Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran menerapakan pembelajaran kooperatif secara intensif ,atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya .contoh ,aplikasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran adalah siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain .kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa , campuran siswa yang berkemampuan tinggi ,sedang, dan rendah . siswa tetap berada dalam kelompoknya selama beberapa minggu . mereka diajarkan keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik didalam kelompoknya , selama kerja dalam kelompok , tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang ditugaskan guru dan saling membantu teman sekelompok mencapai ketuntasan belajar .pada saat siswa bekerja dalam kelompok guru berkeliling memberikan pujian kepada kelompok yang sedang bekerja dengan baik , dan memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan .
Maka pada dasarnya aliran konstruktivisme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna .belajar bermakna tidak akan tercapai hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain .belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang .pandangan ini memberi penekanan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri (suparno,1997:18)






0 Response to "Dasar Dasar Pembelajaran Kimia-PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel