MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN-TEORI HUMANISME DALAM PERKEMBANGAN




MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
“TEORI HUMANISME DALAM PERKEMBANGAN”



Dosen Pengampu Mata Kuliah





DISUSUN

NITA SARI NIM : RSA1C115031
CHRISYANTO NAMORA ARITONANG NIM : RSA1C115028


                       FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA PGMIPA-U
UNIVERSITAS JAMBI 2015/2016


1.1         Latar Belakang

          Belajar adalah suatu proses perubahan pada diri individu yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaanya.
          Dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar, secara umum teori belajar dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi: (1) Teori Belajar Behavioristik, (2) Teori Belajar Kognitif, (3) Teori Belajar Sosial, dan (4) Teori Belajar Humanistik.
          Dari keempat teori yang telah disebutkan di atas, di dalam makalah ini akan dibahas salah satu dari teori-teori tersebut yaitu teori humanistik. Teori ini mempelajari perilaku belajar peserta didik dan mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya.
          Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pemahaman tentang pengertian, tokoh-tokoh, prinsip, implikasi, dan aplikasi dari teori humanistik ini, akan dibahas lebih lanjut di bab selanjutnya.



1.2         Rumusan Masalah

1.        Apa pengertian dari teori belajar humanistik?
2.        Siapakah tokoh-tokoh dari teori belajar humanistik?
3.        Apa sajakah prinsip-prinsip teori belajar humanistik?


1.3         Tujuan

1.        Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud dengan teori belajar humanistik.
2.        Mengenal tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik.
3.        Mampu memahami apa saja prinsip di dalam teori belajar humanistik.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Teori Belajar Humanistik


Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara  pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan  kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.[1]
          Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
          Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
                  1.  Proses pemerolehan informasi baru,
                  2.  Personalia informasi ini pada individu.
Teori humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian ilmu filsafat, kepribadian dan psikoterapi daripada bidang kajian-kajian psikologi dalam belajar. Teori ini sangat mementingkan obyek yang dipelajari dari pada proses belajar tersebut.
Teori humanistik ini lebih banyak membahas tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, dan mengenai proses belajar dalam bentuk yang terbaik. Atau bisa dikatakan bahwa teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling sempurna dari pada pemahaman mengenai proses belajar seperti yang selama ini telah dikaji berdasarkan teori-teori belajar.
Di dalam pelaksanaannya, teori ini terlihat juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Dia berpandangan bahwa belajar bermakna atau yang juga tergolong dalam aliran kognitif yang mengatakan bahwa belajar adalah asimilasi penuh makna. Materi pelajaran diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.
Motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam proses belajar, karena tanpa motivasi dan keinginan dari pihak pelajar, tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada.

2.2     Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik

Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:
a.        Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya..
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.



b.        Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1)      suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2)      kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

c.         Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak.
Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1.    Kognitif (kebermaknaan)
2.    Experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.    Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.    Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3.    Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.    Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

            Rogers berkeyakinan pandangan humanistik dan holisme terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Ada lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being), yaitu sebagai berikut :
a.       keterbukaan pada pengalaman. Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru.
b.      Kehidupan eksistensial. Kualitas dari kehidupan eksistensial adalah terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu men mukan sesuatu dan selalu berubah.
c.       Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri. Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman. Dengan begitu, ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari situasi dengan sangat baik.
d.      Perasaan bebas. Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat pilihan tanpa ada paksaan atau rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan.
e.       Kreativitas. Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan ciri-ciri bertingkah laku spontan , berubah , dll.
Carl Rongers adalah psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapis) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya.
Menurut Rongers , motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Aktualisasi adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat dan potensi psikologis yang unik.

d.        Kolb
Menurut Kolb dikutip dari UNI, 2008:15 (Thobroni, Muhammad dan Alif Mustofa, 2011: 159-160) membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut:
a.         Tahap pengalaman konkret
Pada tahap paling dini dalam proses belajarm seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mampu memiliki kesadaraan tentang hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu.
b.         Pengalaman aktif dan reflektif
Pada tahap kedua, siswa mulai mampu mengadakan observasi terhadap suatu kejadian dan mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
c.         Konsepualisasi
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar membuat abstraksi atau teori tentang suatu hal yang pernah diamatinya. Siswa diharapkan mampu membuat aturan-aturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda mempunyai aturan yang sama.
d.        Eksperimentasi aktif
Pada tahap akhir, siswa mampu mengaplikasi suatu aturan umum ke situasi yang baru. Misalnya, dalam matematika, asal-usul sebuah rumus. Akan tetapi, ia juga mampu memaknai rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya. Menurut kolb, sistem belajar semacam ini terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung tanpa disadari siswa.

e.         Honey Dan Mumford
Berdasarkan teori kolb, Honey dan Mmford dikutip dari UNI, 2008: 16 (Thobroni, Muhammad dan Alif Mustofa, 2011: 160-161) membuat penggolongan siswa menjadi empat macam, yaitu tipe siswa aktivis, reflektot, teoretis dan pragmatis.
a.         Tipe siswa aktivis bercirikan mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru. Mereka cendrung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog. Namun, siswa semacam ini biasanya kurang skeptik terhadap sesuatu. Kadang, identik dengan sifat mudah percaya. Dalam proses belajar, mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang menemukan hal-hal barum seperti brainstrorming atau problem solving. Akan tetapi, mereka akan cepat merasa bosan dengan hal-hal yang memerlukan waktu lam dalam implementasi.
b.         Tipe siswa reflektor adalah sebaliknya. Mereka cendrung sangat berhati-hati mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusa, siswa tipe ini cenderung konservatif, yaiutu mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat, baik buruk suatu keputusan.
c.         Tipe siswa teoretis biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya sangat subjektif. Bagi mereka, berpikir secara rasional adalah sesuatu yang penting. Mereka juga biasanya sangat skeptik dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
d.        Tipe siswa pragmatis biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal. Siswa tipe ini suka berlarut-berlarut dalam membahas aspek teoretis filosofis tertentu.
f.         Hebermas
Ahli psikologis lainnya adalah hebermas yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini, hebermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
a.       Belajar teknis (Technical Learning)
Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
b.      Belajar praktis (practical learning)
Dalam belajar praktis, siswa juga belajar juga belajar interaksi. Akan tetapi, pada tahap ini lebih dipentingkan adalah interaksi antara dirinya dan orang-orang di sekelilingnya.
c.       Belajar emansipatoris (emancipatoris learning)
Dalam tahap ini, siswa berusaha mencapai pemahaman, kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan.

2.3     Prinsip-Prinsip Teori Belajar Humanistik
Dalam buku Freedom To Learn karya Carl Rogers (Soemanto, 2006:139-140), ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a)         Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b)        Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c)         Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d)        Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e)         Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f)         Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g)        Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h)        Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i)          Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j)          Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1.        Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2.        Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3.        Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri
4.        Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5.        Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6.        Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.










BAB III
PENUTUP

3.1     Simpulan
1.    Teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
2.    Tokoh-tokoh dari teori humanistik ini antara lain : Arthur Combs, Maslow, Carl Rogers, Kolb, Honey dan Mumford, dan Hebermas.
3.    Salah satu prinsip teori belajar humanistik adalah bahwa manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami. Artinya, seseorang secara alamiah memiliki rasa ingin tahu dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi terhadap dunianya.


3.2     Saran
          Dari makalah kami ini, kami berharap para pembaca mampu memanfaatkannya sebagai sumber belajar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Dan tak lupa kritik, masukan, saran, dalam bentuk apapun sangat kami hargai agar kedepannya penulisan makalah kami menjadi lebih baik.













DAFTAR PUSTAKA

Dakir, Dasar-dasar Psikologi. Jakarta: Pustaka Pelajar, 1993.
Darsono, Max. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 2001.
F., Azies dan A. Chaedar Alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif; Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996.
Hadis, Abdul. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.
Mulyati, Psikologi Belajar. Yogyakarta: CV. Andi Offset. 2005.
Purwo, Bambang Kaswanti. (ed.).PELLBA 2: Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. 1989.
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998.
Sudrajat, Ahkmad. Media Pembelajaran. Artikel. Diakses di http://ahkmadsudrajat. wordpress. com /bahan-ajar/media-pembelajaran/, tanggal 20 Mei 2013.
Sukmadinata, dan Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Suprobo, Novina. Teori Belajar Humanistik. Diakses di http://novinasuprobo. wordpress. com /2008/06/15/teori-belajar-humanistik/ tanggal 12 Mei 2013.
Uno, Hamzah B. Orientasi Baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bumi aksara,  2006




0 Response to "MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN-TEORI HUMANISME DALAM PERKEMBANGAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel